Saturday, 7 June 2014

Resensi Novel : Kenang Langit



Judul Buku                  : Kenang Langit
Pengarang                   : Kirana Kejora
Penerbit                       : Zettu
Harga Buku                 : Rp. 65.000,00
Tahun Terbit                : 2014
Jumlah Halaman          : x + 316 halaman

Persahabatan sejati tak akan termakan waktu, tergilas zaman, atau pun lekang dengan jauhnya jarak, terpisahnya ruang. Dia senantiasa terus tumbuh dan sanggup mengukir gambar-gambar bagus di dinding hati pemiliknya, mereka yang punya jiwa tulus, memberi tanpa mengharap sedikitpun kembali.

Jangan pernah sebut dia IDIOT,” adalah sepenggal kalimat yang diungkapkan dalam novel ini. Novel Kenang Langit karya Kirana Kejora terinspirasi dari kisah nyata tentang seorang kakak dari sahabat penulis. Sekilas, novel ini seperti kebanyakan novel lainnya yang mengangkat tema tentang persahabatan, namun yang membedakan adalah salah satu dari tokoh yang menjalani  persahabatan adalah seorang penyandang cacat mental.

Novel ini menceritakan kisah persahabatan empat sekawan anak-anak Anyer. Alur yang digunakan adalah alur mundur (flashback). Tokoh utama pada novel ini yaitu Langit. Langit sangat benci dengan kata-kata idiot apalagi jika kalimat itu disandangkan ke salah seorang dari sahabatnya. Disamping itu ia bersahabat dengan Kenang seorang anak yang mengalami retardasi mental dan selalu menyayangi Langit, membantu dan memberi segala sesuatu untuk membantu Langit. Kemudian Rubi yang selalu percaya diri dan giat mencari uang kemudian Ali yang siap sedia selalu membantu Langit dan dapat dipercaya. Mereka semua adalah sahabat yang saling membantu, menyokong, berusaha, selalu bekerja untuk bisa meraih rupiah demi rupiah. Disamping itu kesabaran mereka juga diuji oleh hadirnya Kenang yang mengalami kelainan mental, hingga tiga sahabat lainnya berusaha agar Kenang dapat menjadi manusia selayaknya yang bisa mengurus dirinya sendiri, berbagi dan dapat merasakan segala hal.

Takdirpun berkata lain, biarpun dari keluarga yang miskin namun berkat usaha dan kerja keras begitu pun atas bantuan ibu dan sahabat-sahabatnya, Langit dapat melanjutkan studi di Kedokteran Yogyakarta. Ibu dan sahabatnya merasa terpukul atas kepergian Langit termasuk Kenang yang sangat menyayangi Ali. Kepergian Langit tak lain hanya untuk bisa menjadi dokter kemudian mengobati ibunya yang sakit dan Kenang sahabatnya yang mengalami retardasi mental.  

Novel dengan tebal 316 halaman ini, sarat degan makna persahabatan yang menggugah,walau pada akhirnya Kenang meninggal dunia tanpa sepengetahuan Langit sebelumnya hingga menyebabkan Langit merasa bersalah yang sangat. Kemudian, isi cerita juga dibumbui oleh kisah cinta khas anak remaja pada umumnya yang membuat novel ini terasa segar dan menarik untuk dibaca. 

Disamping itu tokoh-tokoh yang digambarkan sangat berkarakter, sama-sama memiliki kebersamaan dan rasa sosial yang tinggi terhadap sahabatnya. Ceritanya juga menyentuh pada bagian ending novel. Kemudian desain cover yang khas anak pantai pun terlihat klasik dengan warna coklat keemasan dan uniknya ada jejak telapak kaki yang tak lain itu adalah Kenang.

Novel ini juga banyak mengandung amanat yang bermanfaat bagi yang membacanya tentang pentingnya persahabatan, keyakinan hati, keterbukaan, kejujuran, kebersamaan, kerja keras, dan kesabaran. Gaya bahasa pun ringan, mudah dipahami dan dapat dibaca oleh semua kalangan. Pada bagian cerita juga disisipkan kata-kata motivasi ringan dan informasi-informasi tentang suatu tempat yang jarang dikunjungi lagi dan juga seputar orang-orang hebat yang mengalami cacat fisik, sehingga menonjolkan keunggulan tersendiri bagi novel yang ditulis oleh lulusan cumlaude Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya ini.

Adapun kelemahan dari novel ini, terdapat beberapa percakapan yang menggunakan bahasa daerah Jawa yang mungkin saja tidak dipahami oleh sebagian besar orang. Walau begitu, novel ini sangat eksentrik karena mengangkat tema seorang penyandang cacat retardasi mental yang mungkin sangat sering kita temui namun masih kurang dan minimnya perhatian kita. Ditambah lagi kurangnya pengetahuan kita terhadap mereka yang mengalami retardasi mental, padahal  mereka sangat membutuhkan  kita sebagai penolongnya.

Resentator : Laila Muqaddasa


3 comments:

  1. Jadi pengen beli, udah ada di toko buku se-Indonesia?

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya udah deh... coba cari di Gramedia ajaa :)

      Delete
    2. kak watak tokoh pelakunya gimana

      Delete