Dalam
kelamnya malam, mata indahku menatap hamparan langit bertahtakan
bintang-bintang sembari memeluk lutut dan menghela nafas pelan. Aku rasakan
sejuknya malam dan hembusan angin yang syahdu,membuat aku merasa terbang bebas
dari balkon kamarku menuju dunia pelangi kasih sayang dengan berjuta warna yang menyejukkan hati. Pikiranku mengembara pada
kegiatanku dari bangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Aku tersenyum
pahit. Semua itu tiada berarti karena ada satu hal dalam hidup ini yang tidak
kudapat.
***
“Pagi
sayang, Bunda berangkat ke kantor dulu ya.” Sapa Bunda sembari tersenyum manis
menatapku.
“Eng.
Nggak sarapan dulu Bun? Aku buat nasi goreng special untuk Bunda.” tawarku
sambil menyodorkan semangkuk nasi goreng dengan ditaburi potongan kecil
keju-keju.
“Maaf
Audy, Bunda sibuk nih. Masih banyak job yang
belum terselesaikan. Kapan-kapan aja ya? Bunda pergi dulu. Assalamu’alaikum.”
Ucap Bunda dengan langkah kakinya yang mulai menjauhiku.
Ku
tatap punggung Bunda dengan perasaan sedih. Bunda pergi meninggalkanku begitu
saja tanpa mencicipi sedikitpun makanan yang aku persembahkan dengan penuh
cinta untuknya. Sejak Ayah meninggal lima tahun silam, Bunda yang menggantikan Ayah
bekerja ke kantor untuk menghidupi aku dan adik laki-lakiku. Bunda selalu
pulang diatas jam Sembilan malam, membuat hati ini merasa kesepian.
Sangat
jarang sekali kulihat wajah Bunda kecuali ketika aku akan berangkat kesekolah,
bagaimana tidak, ia selalu pulang malam dan ketika ia datang aku telah terlelap
dengan berjuta mimpi-mimpiku.
Oh, Bunda. tak sadarkah
bahwa diriku sangat merindukanmu? Merindukan belain tanganmu? Merindukan senyum
manismu? Merindukan pelukanmu? Merindukan semua tentangmu!! Batinku
sembari menghela nafas pelan.
***
Lambat
laun hari akan terus berganti. Mataharikan selalu memancarkan sinarnya. Bumi
akan terus berputar dan tahun akan senantiasa berlalu. Tak terasa aku telah
menginjak bangku kelas tiga SMA. Bunda selalu
saja memberikan hadiah jika aku berprestasi di sekolah dan aku sangat senang,
tapi ia tidak pernah memberikannya secara langsung kepadaku, selalu saja lewat
orang lain. Sebenarnya, aku nggak butuh
semua hadiah Bunda. aku hanya butuh Bunda! butuh perhatian dari Bunda.
salahkah? bisikku ringkih.
Malam
ini, mataku kembali tak ingin terpejam. Pikiranku berputar keepisode masa
silam. Suara ketukan pintu menghentikan lamunanku. Sepertinya Bunda baru pulang. Panddanganku mengarah pada jam winnie
the pooh berwarna kuning yang tengah tersenyum indah disalah satu sisi kamarku.
21.25 desisku lirih.
Disaat
hampir jam sebelas malam, aku menyelinap
masuk ke kamar Bunda. Tidak ada yang berubah sejak kepergian Ayah. Buku-buku Ayah
masih tertata rapi diatas meja. Pandanganku kini mengarah pada wanita yang
memiliki senyum emas dan hati seindah pelangi. Wajah itu sudah semakin menua, dimakan oleh
usia. Rambutnya sudah mulai memutih dengan bingkain wajah yang terlihat begitu lelah. Sebelumnya aku ingin berterima kasih pada Bunda yang selalu mejaga kami
dengan baik. Jika aku selalu mengecewakanmu, maka maafkan aku Bunda. Aku hanya
ingin bunda nggak lagi mengacuhkanku. Aku dan Raihan butuh perhatian Bunda. Aku
pengen berbagi kisah tentang dia pada Bunda. Aku sudah tujuh belas tahun Bun,
aku punya seseorang yang special dan aku ingin membagi cerita itu padamu.
Bisakah? Salahkah? Aku butuh perhatianmu! butuh senyummu! Ucapku dalam hati. Aku menghela nafas pelan. Mataku
tak henti-hentinya menatap wajah wanita itu. Wanita yang telah rela memberikan seluruh
hidupnya untuk aku dan Raihan.
***
“Audy,
tolong antarin Raihan ya ke tempat les. Bunda nggak bisa ngantar, soalnya lagi
buru-buru ke bank nih.” Ujar Bunda menyuruhku. Aku termangu pelan sembari
menatap kepergian Bunda yang buru-buru. Sebuah pertanyaan hinggap dimemori
otakku. Ingin rasanya kulontarkan pertanyaan itu, tapi rasanya mulut ini telah
menahan lebih dari seribu kalimat yang pada akhirnya akan hilang termakan oleh
larutnya kekecewaan.
Aku
pergi bersama adikku dengan mengendarai motor. Dari kaca spion motor, kulihat adikku
begitu senang. Berbeda sekali dengan ku. Padahal ia hanya murid SMP yang
pastinya lebih membutuhkan perhatian lebih dari aku. Apa mungkin aku terlalu
egois? Adikku saja tidak terlalu memikirkannya. Ah, bodoh sekali! Bagaimana pun
juga aku ya aku. Raihan ya Raihan. Aku dan Raihan memiliki pola pikir yang
berbeda.
***
Disaat
pagi menjelang dan mentaripun menampakkan senyumnya kearah jendela kamarku,
seakan ia menyuruhku untuk ikut pula tersenyum dengannya. Baiklah, aku harap
bunda hari ini mau ikut sarapan pagi bersamaku.
“Bun,
sarapan bareng yuk. Ayolah Bun sekali ini saja, sudah lama kita tidak sarapan
bareng. Please!” ungkapku penuh harap.
“Makasih
sayang, tapi bunda lagi buru-buru nih. udah telat. Bunda nggak bisa, kapan-kapan
kalau bunda lagi nggak ada kerjaan aja ya, pasti kita akan makan bersama, ok
cantik?” ucap Bunda sambil berjalan meninggalkanku dalam kesendirian. Aku berlari
menuju kamarku dan kubanting pintu dengan sekuat tenaga. Tidak peduli apakah
pintu itu rusak atau hancur. Kuhempaskan tubuhku diatas kasur. Butiran-butiran
bening tak terbendung lagi di ujung mataku dan keluar begitu saja membasahi pipiku.
“Bunda
selalu saja seperti ini, aku hanya ingin lebih dekat dengan Bunda. Aku tidak ingin kejadian seperti ayah dulu
terulang kembali. Ayah yang selalu sibuk
dikantor dan tak pernah perhatian serta berbicara kepadaku hingga akhirnya ayah
meninggal, tanpa memberikan kenangan yang berarti padaku. Aku tak ingin hal
serupa terjadi pada bunda” isakku dalam tangis. Kuraih selembar kertas berwarna
hijau muda dan pena hijau Winnie the pooh yang ada di dekatku. Ku tuliskan
segala isi hatiku yang rapuh,gundah,dan galau gulana.
***
“Raihan,
kamu bawa motor kesekolah gih.” Ucapku sambil menyodorkan kunci motor dihadapannya.
“Bener
nih? Trus kak Audy naik apa? Mendingan sama seperti biasa aja deh kak, kan kita
searah” jawab Raihan dengan tampang polosnya.
“Kakak
nebeng sama temen aja Rei. Udah
janjian. Buruan pergi gih, entar telat lagi.”
“Beres
kak. Cabut dulu ya. Makasih kakakku yang cantik.” jawab Reihan.
“Dasar
cowok, dipinjemin motor girangnya bukan
main. Apalagi kalau udah punya motor sendiri, pasti ntu motor udah di jungkir
balik sama yang makai.” Ungkapku.
Kulihat
keadaan diluar rumah, awan hitam semakin pekat menggulung-gulung di langit, dan
sepertinya hujan akan turun. Temanku ternyata telah menungguku didepan rumah.
“Audy,
ayo! Keburu hujan nih.” Panggil Yola, sahabatku.
“Iya
Yola. sabar !”, jawabku.
Dalam
perjalanan menuju sekolah hujan turun begitu deras dan kami memutuskan untuk
berteduh sejenak menunggu hujan reda di dekat emperan toko. Selang beberapa
saat, hujanpun mulai reda.
“Audy,
kita bolos aja yuk! lagian hari ini pelajarannyapun lagi ngebosenin”, rayu
Yola.
“
ha, bolos? Gak ah nanti kalau ada yang lihat gimana? Bisa mampus kita” jawab ku
terbelalak.
“
udah lah, sekali aja pun, lagian masih gerimis juga. Daripada nanti disekolah
kena hujan lokalnya Pak Heri nanti, iddiiihh..jijay banget deh. Tersiksa ne
bathin, apalagi kita duduk paling depan, bisa-bisa harus nyediain payung pas
pelajaran bapak tu”, ungkap Yola dengan nada kesal kecentilan.
Setelah
aku resapi kata-kata Yola, ada benarnya juga. Apalagi aku juga lagi malas ke
sekolah, bundapun tidak pernah
memperhatikan aku. Dan pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi bersama
Yola dan pergi menuju kafe langganan Yola. Aku dan Yola beserta teman-temannya
bersenang-senang hingga lupa waktu, dan tidak sengaja aku melihat jam biru yang
menempel dipergelangan tanganku, jarumnya menunjukkan jam 20.10.
Seketika
aku pergi dari kafe dengan tergesa-gesa,kuraih tas ransel hijauku yang berada
diatas meja kafe dan pergi meninggalkan teman-temanku. Aku benar-benar tidak
menyadari ini. Aku terlalu terbawa dunia yang sebenarnya hanya membuang-buang
waktu ku yang sangat berharga saja.
Saat
aku telah keluar dari kafe,aku melihat kearah rumah makan yang berada didepan
kafe, kebetulan perutku udah menunjukkan sinyal-sinyal dengan bunyi yang
membuat aku risih,disekitar rumah makan itu kulihat dari kejauhan sesosok yang begitu
aku kenal turun dari mobil merahnya dan iapun juga melihat kearahku.
“Ha…
bunda?”, ucapku panik.
Dengan
segera akupun pergi berlari dengan sekuat tenaga meninggalkan tempat itu.
Terdengar dari kejauhan bunda berteriak memanggil-manggil
namaku. Namun aku acuhkan saja, toh selama
ini dia tidak pernah peduli padaku, ia hanya sibuk mencari uang. Sampai-sampai
dia lupa kalau dia mempunyai dua orang anak yang sangat membutuhkannya dan sama
sekali tidak pernah meluangkan waktunya sedikitpun buat buah hatinya ini.
Dalam
keadaan berlari aku menoleh kebelakang, ku lihat bunda ternyata sedang
mengejarku. Akupun berlari lebih kencang lagi karena ketakutan, entah apa waktu
itu yang sedang aku pikirin, aku hanya terus berlari dalam keadaan menoleh ke
belakang. Dan pada saat itu juga aku tidak menyadari apa yang ada didepanku. Aku
berhenti seketika dan melihat cahaya lurus kearahku juga suara klakson mobil
yang begitu kencang, aku berteriak memanggil “bundaaa”. Kemudian gelap……..
s
“
Audy sayang, bangunlah nak! Bunda menyayangimu,” isak tangis seseorang.
Sayup-sayup
suara lembut yang tidak begitu asing lagi terdengar ditelingaku. Begitu lekat
sampai ke hati.
“Apakah aku masih hidup atau
sudah mati?”, bisik hatiku yang pilu.
Perlahan-lahan
ku coba membuka kedua kelopak mataku dengan sangat hati-hati. Sedikit terlihat
kabur. Lalu kucoba mengedipkan kedua kelopak mataku beberapa kali. Kemudian
terlihatlah langit-langit bewarna putih dan suasana yang serba putih, dan aku
melihat Raihan dan wajah bunda yang lembab karena air matanya yang mengalir.
Sungguh menyakitkan melihat bunda menangis seperti itu karena aku.
“dimanakah
aku sekarang bunda?” ucapku lirih penuh kekhawatiran.
“Audy,akhirnya
kamu sudah sadar,kamu berada di rumah sakit, maafkan bunda sayang,bunda takut
kehilangan kamu,!” ucap bunda pilu sambil meneteskan butiran-butiran air mata
seraya memeluk tubuhku erat.
Pelukan
ini begitu hangat, sudah lama aku tidak merasakannya sejak lima tahun yang
lalu. Begitu damai, tentram, dan penuh kasih sayang.
Mengapa harus dalam keadaan
seperti ini bunda baru memelukku, selama ini bunda kemana saja?ungkapku
dalam hati, tak terasa mata ini tidak sanggup lagi membendung deraian air mata
ini.
“maafkan
Audy karena membuat bunda sedih dan
menangis seperti ini”.
“tidak
apa-apa Audy, maafkan bunda pula yang selalu membuat dirimu kesepian dan tidak
memperhatikanmu, bunda baru sadar setelah membaca catatanmu yang ada dikamarmu,
untuk itu, maafin bunda ya!”, ucap bunda memelukku erat kembali.
Dan
akupun berjanji kepada bunda untuk tidak bolos lagi, dan hura-hura seperti yang
sebelumnya dan harus mengingatkan bunda jika bunda terlalu sibuk hingga tidak
memperhatikan aku dan Raihan lagi..
Pagi
akan terus berganti dengan datangnya siang, siangpun akan terus berganti dengan
datangnya malam, dan rodapun akan terus berputar yang pada akhirnya akan
kembali pada posisinya semula. Burung-burung yang biasanya enggan bernyanyi
kini telah mengeluarkan alunan melodi-melodi dalam kehampaan dunia. Kasih
sayang,cinta tak perlu harus dipaksa ataupun dicari, sepanjang-panjangnya
sungai yang ada didunia ini, pasti hanya akan bermuara ke satu tujuan yakni
lautan lepas nan biru yang didalamnya terdapat kebebasan, ketenangan dan kedamaian
abadi. Makasih Tuhan. Makasih atas semua
yang Engkau limpahkan padaku. Pada kami semua. Kini aku sadar, dibalik semua
masalah yang menimpa hidupku, pasti ada hikmah dibalik semua ini. Setelah
kesusahan pasti ada kemudahankan? Makasih juga udah kasih Bunda sebaik beliau.
Aku hanya ingin selalu natap senyum Bunda karena senyumnya adalah semangat
hidupku. Smile is my mother. I can not
live without that smile. And I’d rather not live without you. :)
The End
No comments:
Post a Comment